Info Tandjungselor – Harga tomat di Pasar Induk Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara), masih berada di level tinggi, mencapai Rp 40.000 per kilogram. Kenaikan ini telah berlangsung lebih dari dua pekan dan berdampak signifikan terhadap penurunan daya beli masyarakat serta keluhan dari para pedagang.
Penurunan Permintaan, Pedagang Mengeluh
Para pedagang di Pasar Induk Tanjung Selor mengaku mengalami penurunan omzet akibat melonjaknya harga tomat. Salah satunya adalah Pak Ade, seorang pedagang yang biasa menjual tomat di pasar tersebut.
“Biasanya dalam sehari bisa terjual 8 kilogram, sekarang susah mencapai 5 kilogram. Banyak pembeli yang tanya harga, tapi setelah tahu harganya masih tinggi, mereka urung membeli,” ujar Ade, Minggu (13/7/2025).
Ade menjelaskan bahwa tomat yang dijualnya berasal dari Kabupaten Berau, Kaltim. Namun, ia tidak mengetahui secara pasti penyebab kenaikan harga komoditas ini.
“Kami ambil dari Berau. Kalau penyebab harganya naik, kami juga tidak tahu pasti,” tambahnya.
Pembeli Pun Mengeluh, Beralih ke Alternatif Lain
Tidak hanya pedagang, konsumen juga merasakan dampak kenaikan harga tomat. Sumarmi (55), salah satu pembeli, mengaku memilih tidak membeli tomat karena harganya terlalu tinggi.
“Tadi saya tanya harganya, ada yang Rp 40.000, ada yang Rp 35.000 tapi kualitasnya kurang bagus. Akhirnya saya tidak jadi beli. Lebih baik nunggu harga turun karena saya mau jual lagi di kampung,” kata Sumarmi.
Beberapa warga lainnya memilih untuk mengurangi konsumsi tomat atau menggantinya dengan sayuran lain seperti mentimun atau wortel. Hal ini semakin menekan permintaan tomat di pasar.
Meskipun pedagang seperti Pak Ade tidak mengetahui pasti penyebab kenaikan harga, beberapa faktor potensial dapat memengaruhi harga tomat di Pasar Induk Tanjung Selor:
-
Gangguan Pasokan dari Daerah Produsen
-
Tomat yang dijual di Tanjung Selor didatangkan dari Berau. Jika terjadi gangguan di daerah produsen, seperti cuaca buruk, serangan hama, atau masalah distribusi, pasokan bisa berkurang sehingga harga melonjak.
-
- Biaya Logistik yang Tinggi
-
Sebagai daerah yang bergantung pada pasokan dari luar, biaya transportasi barang ke Kaltara relatif mahal. Kenaikan harga BBM atau gangguan distribusi bisa memicu lonjakan harga.
-
-
Permintaan yang Tidak Stabil
-
Fluktuasi permintaan, terutama jika ada peningkatan kebutuhan dari restoran atau industri olahan makanan, dapat memengaruhi harga di tingkat pasar.
-
-
Faktor Musim
-
Musim penghujan atau kemarau ekstrem dapat memengaruhi produksi tomat, sehingga pasokan berkurang dan harga naik.
-
Dampak pada Perekonomian Pasar

Baca Juga: Wakil Menteri Diktisaintek Stella Christie Tinjau Lokasi SMA Unggulan Garuda di Tanjung Selor
Kenaikan harga tomat tidak hanya berdampak pada konsumen, tetapi juga pada pedagang kecil yang mengandalkan penjualan sayuran segar. Beberapa efek yang terlihat antara lain:
-
Penurunan Pendapatan Pedagang – Dengan penjualan yang menurun, keuntungan pedagang ikut berkurang.
-
Perubahan Pola Konsumsi – Masyarakat beralih ke sayuran lain atau mengurangi pembelian, yang dapat mengganggu stabilitas harga komoditas lainnya.
-
Potensi Inflasi Lokal – Jika kenaikan harga terjadi pada beberapa komoditas sekaligus, dapat memicu inflasi di tingkat regional.
Untuk mengatasi masalah ini, beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan antara lain:
-
Diversifikasi Pasokan
-
Pemerintah daerah atau asosiasi pedagang bisa mencari sumber pasokan tomat dari daerah lain selain Berau untuk menstabilkan harga.
-
-
Peningkatan Produksi Lokal
-
Mengembangkan pertanian tomat di Kaltara bisa mengurangi ketergantungan pada pasokan dari luar daerah.
-
-
Monitoring Harga oleh Pemerintah
-
Dinas Perdagangan setempat perlu memantau fluktuasi harga dan mengambil langkah intervensi jika diperlukan, seperti operasi pasar atau subsidi distribusi.
-
-
Edukasi pada Petani
-
Memberikan pelatihan tentang budidaya tomat yang tahan cuaca ekstrem dapat membantu stabilisasi produksi.
-
Kenaikan harga tomat hingga Rp 40.000/kg di Pasar Induk Tanjung Selor menjadi tantangan bagi pedagang dan konsumen. Jika tidak segera diatasi, hal ini dapat berdampak lebih luas pada perekonomian lokal. Diperlukan koordinasi antara pemerintah, pedagang, dan produsen untuk menstabilkan pasokan dan harga, sehingga masyarakat tidak lagi terbebani oleh harga komoditas yang melambung tinggi.